












Lapisan ozon adalah lapisan yang terdapat di kulit bumi bagian Stratosfer dan terdiri dari molekul-molekul Ozon (O3). Lapisan ini berada pada ketinggian 15-60 km di atas permukaan bumi. Lapisan ozon dapat berfungsi sebagai penghalang hampir semua sinar ultraviolet yang dipancarkan matahari. Sinar ultraviolet adalah sinar yang dipancarkan matahari dengan energi yang cukup tinggi. Maka apabila lapisan ozon semakin tipis, praktis akan mengakibatkan semakin besarnya radiasi sinar ultraviolet yang jatuh ke permukaan bumi dan dapat menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan juga kesehatan.1 Dengan kata lain, Ozon adalah gas beracun sehingga bila berada dekat permukaan tanah akan berbahaya bila terhisap dan dapat merusak paru-paru.
Lebih lanjut, lapisan ozon di atmosfer melindungi kehidupan di Bumi dari radiasi sinar ultraviolet yang dapat menyebabkan kanker. Oleh karena itu, para ilmuwan sangat khawatir ketika mereka menemukan bahwa bahan kimia Chloro Fluoro Carbons (CFC) yang biasa digunakan sebagai media pendingin dan gas pendorong spray aerosol, memberikan ancaman terhadap lapisan ini. Bila dilepas ke atmosfer, zat yang mengandung klorin ini akan dipecah oleh sinar Matahari yang menyebabkan klorin dapat bereaksi dan menghancurkan molekul-molekul ozon. Setiap satu molekul CFC mampu menghancurkan hingga 100.000 molekul ozon.
Selain itu, menipisnya lapisan ozon dalam atmosfer bagian atas diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya penyakit kanker kulit dan katarak pada manusia, merusak tanaman pangan tertentu, mempengaruhi plankton yang akan berakibat pada rantai makanan di laut, dan meningkatnya karbondioksida (lihat pemanasan global) akibat berkurangnya tanaman dan plankton. Sebaliknya, terlalu banyak ozon di bagian bawah atmosfer membantu terjadinya kabut campur asap, yang berkaitan dengan iritasi saluran pernapasan dan penyakit pernapasan akut bagi mereka yang menderita masalah kardiopulmoner.
Dalam bidang lingkungan, dampak yang paling buruk dari menipisnya lapisan ozon adalah terjadinya perubahan suhu secara global (global warming), dimana gunung-gunung es di kutub utara akan mencair mengakibatkan naiknya permukaan air laut. Lambat laun daratan di bumi pun akan tenggelam. Konsekuensi lainnya yaitu suhu bumi menjadi lebih panas dan menyebabkan perubahan cuaca yang tidak menentu.
Di lain pihak, terdapat zat-zat kimia yang menyebabkan penipisan lapisan ozon semakin parah selain CFC, yaitu Hydrochlorofluorocarbons (HCFCs), Halons, Methyl Bromide, Carbon Tetrachloride, dan Methyl Chloroform. Zat-zat perusak ozon tersebut sebagian besar digunakan sebagai bahan pendingin, foaming agents, fire extinguishers pada pemadam kebakaran, pestisida, dan aerosol propellants.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pada tahun 1987, ditandatangani Protokol Montreal, suatu perjanjian untuk perlindungan terhadap lapisan ozon. Protokol ini kemudian diratifikasi oleh 36 negara termasuk Amerika Serikat. Pelarangan total terhadap penggunaan CFC sejak 1990 diusulkan oleh Komunitas Eropa (sekarang Uni Eropa) pada tahun 1989, yang juga disetujui oleh Presiden AS George Bush. Pada Desember 1995, lebih dari 100 negara setuju untuk secara bertahap menghentikan produksi pestisida metil bromida di negara-negara maju. Bahan ini diperkirakan dapat menyebabkan pengurangan lapisan ozon hingga 15 persen pada tahun 2000. CFC tidak diproduksi lagi di negara maju pada akhir tahun 1995 dan dihentikan secara bertahap di negara berkembang hingga tahun 2010. Hidrofluorokarbon atau HCFC, yang lebih sedikit menyebabkan kerusakan lapisan ozon bila dibandingkan CFC, digunakan sementara sebagai pengganti CFC, hingga 2020 pada negara maju dan 2016 di negara berkembang. Untuk memonitor berkurangnya ozon secara global, pada tahun 1991, National Aeronautics and Space Administration (NASA) meluncurkan Satelit Peneliti Atmosfer. Satelit dengan berat 7 ton ini mengorbit pada ketinggian 600 km (372 mil) untuk mengukur variasi ozon pada berbagai ketinggian dan menyediakan gambaran jelas pertama tentang kimiawi atmosfer di atas.
Semoga pada peringatan Hari Ozon Sedunia yang jatuh setiap tanggal 16 September, kita semua dapat berpartisipasi aktif untuk melindungi ozon kita lewat aksi kecil namun berdampak nyata, seperti mematikan AC dan kulkas ketika tidak sedang digunakan. Bahkan jika perlu, sebaiknya kita mulai membiasakan diri untuk tidak menggunakan keduanya minimal satu hari dalam setahun bertepatan dengan hari ozon ini.
Reference :
https://id.wikipedia.org/wiki/Lapisan_ozon
Bernadette West, Peter M. Sandman, Michael R. Greenberg. Paduan Pemberitaan Lingkungan Hidup. Yayasan Obor Indonesia. 1998.
Op.cit
Research and Strategic Division
Youth for Climate Change Indonesia
September 2016
It’s the day! Open Recruitment National Board of YFCC INDONESIA is officially open! Are you the next environment savior? Go register yourself at: https://goo.gl/psvZj4
THE REQUIREMENTS & PROCEDURES
“Discover Resolution and Construct Projection through Idea Deliberation” You love research? You are into writing? What about great discussion? Then, think no more! This division is where your brilliant mind belongs. The division’s main responsibilities are arranging a high quality biweekly online discussion Ahad Cerdas (ACER), improving youths’ insights through Children’s Climate Class at any school, and all academic and research related thingy.
2. Internal Affairs and Capacity Building Division (Pengembangan Sumber Daya Anggota)
The main job is establishing partnerships between YFCC Indonesia and other stakeholders – companies, foundations, institutions, government, etc. Besides, you will be responsible to bargain and bid the deal and do negotiations, particularly in terms of financial assistance and material supports. If you love managing money, love expanding networks to a range of diverse stakeholders, and understand how to do marketing and branding, this is your division!
4. Administration Division (Administrasi)
Our main job is managing, making and collecting all documents which related to YFCC Indonesia. This includes making proposals, letters, and any other documents. In Administration division, you will be likely to have more opportunities to become a great administrator who will be responsible to ‘keep’ other YFCC Indonesia’s important documents. Furthermore, keeping YFCC Indonesia’s assets to inventory is also our responsibility.
5. Creative Design and Public Relation Division (Kominfo)
a. Strategic Research and Studies Division: Make a roadmap in PowerPoint (in chronological order) on how youths can gauge people’s interest in reducing the emission on Earth (it is suggested for you to analyze what are the top two or three of world’s problems in terms of emission, then you may make one roadmap for one problem that you have figured out). You also need to explain how big your project plan impacts on society would be, and how would you measure that impact (analyze the outcome).
b. Internal Affairs and Capacity Building Division: Present an idea for capacity building activity in detail (Elaborate your concept, explain how will you make it real, what element you need to make it real, why do you think this activity is important for member, estimate the budgeting)
c. Finance and Funding Division: Explain your creative idea about how to fund our activity (Make a detail about what you are going to do, How will you make it real, What do you need to make it real, estimate the budgeting and income)
d. Administration Division: How to be a great administrator? (Explain in detail what you are going to do, how will you do it, and what is the importance of it)
“On behalf of the Secretary-General, it is my honour to invite you to attend the High-Level Signature Ceremony of the Paris Agreement, that will take place at the United Nations Headquarters, in New York, on 22 April 2016.
By signing the Agreement on 22 April and accepting it through their national processes, countries will help ensure the Agreement enters into force and get implemented as quickly as possible, in collaboration with a wide range of other actors.”Who wouldn’t be excited receiving such an invitation from the Secretary General of the United Nations ? I had to come to get a feel and see first hand the global efforts in implementing the Paris Agreement that begins with the signing. As the manager of The Climate Reality Project Indonesia, this experience will be a leverage in motivating climate leaders to be involved in more acts of leadership.I could sense the excitement inside the UN General Assembly Hall as statement after statement during the opening ceremony built up the momentum. Representatives of youth, business, civil society, group of countries and actor Leonardo DiCaprio, the UN Messenger of Peace, had strong statements urging the implementation of Paris Agreement. A touching moment came when 197 childrens joined the ceremony and formed climate chain in front of world leaders. They are representing the Parties that adopted the Paris Agreement In the end, 175 countries signed the Paris Agreement, by far the largest number of countries ever to sign an international agreement on a single day. Leaders then delivered national statements, addressing their intention to ratify and/or outlining their national climate change policies and actions. Climate Leader At the United Nations General Assembly Hall I sat next to Nana Firman, the exemplary climate leader from Indonesia. Nana was first trained by Mr. Al Gore and The Climate Reality Projet in Melbourne in 2009, then in Jakarta in 2011 and Chicago in 2013. Nana who is a White House Champion of Change and is currently coordinating Muslim outreach for OurVoices, a global faith and spiritual climate action network, was in New York to present The Islamic Climate Change Declaration to the President of the UN General Assembly. The occasion marked the official launch of the Global Muslim Climate Network, as support for climate action within the world’s second largest faith group continues to grow. Taking Climate Action to the Next Level Our next venture at the United Nations Headquarters was a High Level Event themed Taking Climate Action to the Next Level: Realizing the Vision of the Paris Agreement. The event focused on highlighting how all actors of society and economy can accelerate action, learn from each other, and replicate and scale successful initiatives and activities that will deliver the transformative implementation of the landmark Paris Climate Change Agreement and of the 2030 Agenda for Sustainable Development. The highlight of the meeting was a live conversation between the UN Secretary General, Ban Ki-moon and Bertrand Piccard, the pilot of Solar Impulse 2, a zero-fuel plane on an around-the-world journey who was flying over the Pacific. Solar Impulse, powered only by the sun, demonstrates that clean technologies can achieve impossible goals with a clear message: everybody could use the plane’s technologies on the ground to halve our world’s energy consumption, save natural resources and improve our quality of life. Al Gore – Focus on Information Al Gore, the great integrator, that was how Dr. Robert Orr the moderator addressed Al Gore and invited him to speak to make sense of things being said by the panel. The Chairman of The Climate Reality Project stressed his focus on information. Publics have to have the information they can visualize, easily understand and use as the basis for action and for convincing governments to do the right thing. The mandatory information transparency requirement of the Paris Agreement would presumably result in very large flows of information to UNFCCC and elsewhere “I am anxious to make sure that such information is of high quality, vetted and presented in a visual way that I and non-scientist and non-engineers can understand, and therefore can be used for basis of political persuasion, ” Mr. Gore said. At the end of the event, I realized that he was talking about The Climate Reality Project. The fact that he raised the issue in a world class meeting attended by world leaders and eminent persons is really an encouragement for all climate leaders to engange in more acts of leadership. I reread the end of the invitation mentioned in the beginning of this blog post: Your presence throughout the day will contribute to making this date an historic milestone in which the world moves from aspiration to action in tackling climate change. It was indeed a historic event. Text: Amanda Katili Niode- Manager, The Climate Reality Project Indonesia Sumber : http://www.climatereality.or.id/blog/inspirations-for-acts-of-leadership
|
Pemerintah kota dan pihak nonpemerintah lainnya hadir dalam seminar bahas pembangunan kota yang rendah emisi karbon
Jakarta, 14 April 2016 – Sebagai tindak lanjut Kesepakatan Paris yang merupakan hasil perundingan global perubahan iklim Conference of Parties ke-21 (COP21) di Paris tahun 2015 kemarin, hari ini berbagai pihak terkait pembangunan perkotaan di Indonesia menghadiri seminar untuk membahas tentang dampak perubahan iklim bagi perkotaan dan solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari kegiatan perkotaan.
Seminar yang berjudul “Membangun Kota Rendah Emisi Karbon, Berketahanan Iklim, dan Komunitas Berkelanjutan” ini diselenggarakan oleh Kantor Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim (UKP-PPI) yang termasuk dalam rangkaian acara Indonesia Climate Change Education Forum and Expo di Jakarta Convention Center sejak hari Kamis hingga Minggu (14-17 April 2016).
Seminar tersebut dihadiri oleh peserta dari kalangan pemerintah daerah dan kota seluruh Indonesia, pelaku usaha baik BUMN maupun swasta nasional, akademisi, peneliti perkotaan, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan komunitas pemuda.
Rachmat Witoelar, Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim yang menyampaikan keynote speech dalam seminar tersebut mengatakan bahwa, “Emisi gas rumah kaca yang dihasilkan kota-kota di Indonesia itu sangat besar, terutama berasal dari aktivitas transportasi, pemakaian energi di gedung dan rumah, serta sampah. Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama, karena tingkat urbanisasi di Indonesia dan jumlah penduduk yang tinggal di kota juga tinggi. Oleh karena itu, pembangunan perkotaan di Indonesia harus berubah menuju kota yang rendah emisi karbon. Selain itu, pembangunan kota juga harus mengantisipasi dampak perubahan iklim, sehingga masyarakat kota dapat hidup dengan nyaman. Hal ini harus menjadi PR kita semua dan bukan hanya tugas pemerintah semata”.
Bima Arya, Wali Kota Bogor yang merupakan salah satu pembicara, menyampaikan tentang upaya Kota Bogor untuk menjadi kota yang hijau. “Mewujudkan kota Bogor yang hijau merupakan misi suci masyarakat Bogor. Kami ingin agar Kota Bogor bisa kembali dikenal seperti dulu yang merupakan kota paling hijau di dunia bagian timur. Kami belajar bahwa sebenarnya yang paling penting dan paling menantang adalah membangun kultur masyarakat. Meskipun sudah dibangun pedestrian dan sistem transportasi umum yang bagus tapi kalau warganya tidak mau jalan ya tidak akan berhasil. Untungnya, komunitas yang peduli lingkungan di Bogor sangat banyak dan mereka sangat membantu pemerintah Kota Bogor untuk mengubah kultur masyarakat. Kami ingin agar pembangunan kota yang rendah emisi karbon bisa dilakukan dimulai dari masyarakat dengan model bottom-up.”
Seminar ini juga mengangkat pentingnya perencanaan yang matang dan koordinasi di tingkat pusat agar pembangunan perkotaan dapat berjalan dengan emisi karbon yang rendah. Terdapat juga pembicara dari perwakilan swasta yang memaparkan aksi maupun solusi yang dapat dilaksanakan untuk tingkat pengembang dan perkotaan.
Seminar ini merupakan awal dari rangkaian kegiatan Kantor UKP-PPI untuk melibatkan dan meningkatkan peran serta berbagai pihak dalam perkotaan. Beberapa agenda untuk diskusi dan seminar di kota-kota lain juga akan dilakukan dengan tujuan untuk lebih mengarusutamakan pembicaraan mengenai kota yang rendah emisi karbon, berketahanan iklim, dan komunitas yang berkelanjutan.